Monday, October 14

BPN Terbitkan Sertifikat di Tanah Warga atas nama Kementerian PUPR


03 Oktober 2024


Gusur paksa warga dipandang sebagai pelanggaran HAM berat – baik secara langsung atau tidak, sebab hal itu menyentuh seluruh aspek kehidupan mereka, hak sipil, budaya, politik, sosial, dan seterusnya – yang mestinya semua aspek itu dilindungi hukum HAM internasional. “Jangan sampai kasus Rempang berulang di Makassar,” cetus warga.


Oleh: Parangsula


Editor: Philips Marx
Foto: Majelis Hakim PTUN Makassar lakukan Pemeriksaan Setempat di Lokasi.
Sumber teks dan foto: Boni Sabari


BANGUNINDONESIA.COM — Makassar | SENIN, 30 September 2024 dilaksanakan Pemeriksaan Setempat oleh Majelis Hakim PTUN Makassar perihal penerbitan sertifikat No. 20007/Thn 2021 atas-nama Kementerian PUPR – Balai Besar Wilayah Sungai  (BBWS) Pompengan – Jeneberang pada perkara No.53/G/2024/PTUN.Mks. Sertifikat tersebut diduga bodong dan rekayasa dari BPN Makassar dan BBWS Pompengan – Jeneberang.

Disebutkan bahwa alasan dari BBWS Pompengan – Jeneberang menerbitkan sertifikat tersebut karena telah membayar ganti-rugi pembebasan lahan pada medio, 31 Januari 1987, untuk pelebaran saluran induk pembuangan kanal Jongaya dan pembuatan Jl. Inspeksi Kanal selebar tiga meter di sepanjang kanal Jongaya, di kelurahan Sambung Jawa. Namun, warga Jl. Tanjung Alang kelurahan Sambung Jawa, Makassar, secara tegas menolak sertifikat tersebut.

Diketahui fakta persidangan PTUN Makassar perkara No.53/G/2024/PTUN.Mks, sesuai blue print bukti BBWS Pompengan – Jeneberang, terungkap bahwasanya pemilik tanah dari Jembatan Merah sampai ke Gereja Toraja Jemaat Tanjung Marannu, telah menerima ganti rugi pembebasan pada tahun 1987 dan pihak BBWS telah mengambil tanah yang telah dibebaskan dari warga untuk melakukan pekerjaan pelebaran kanal Jongaya, pembuatan tanggul dan pembuatan Jl. Inspeksi Kanal. Proyek itu sudah dimulai tahun 1989.

Ada warga yang punya garapan 540 meter persegi – dibebaskan seluas 36 meter persegi. Ada yang punya garapan 500 meter persegi – dibebaskan 100 meter persegi. Area sampai ke Geraja Toraja Tanjung Marannu dibebaskan  9,8 meter persegi dari sekitar 450 meter persegi milik gereja.

Oleh karena itu warga menolak sertifikat No. 20007/Thn 2021 seluas 2400 meter persegi milik BBWS Pompengan – Jeneberang, diduga ada oknum BBWS ingin merampas seluruh tanah warga di Jl. Tanjung Alang mengatas-namakan kepentingan negara dengan dalih ganti-rugi hanya sebagian kecil saja, namun dalam kenyataannya ingin menguasai seluruh area tersebut.

Dugaan rekayasa berhembus. Faisal, warga di lokasi itu menyebut yang mana sertifikat itu baru dimohonkan berapa waktu silam. “Kami menduga ini rekayasa, sertifikat baru saja dimohonkan November 2021 lalu,  kemudian dikeluarkan Surat Ukur pada 19 November 2021 dengan No. 01052, lalu diterbitkan Sertifikat No. 20007 di tanggal 02 Desember 2021.”

TIDAK DIUMUMKAN KE PUBLIK

Lebih jauh Faisal menyebut bahwa sertifikat tersebut dibuat hanya dalam tempo tiga minggu saja tanpa mengungumkan ke publik oleh BPN Makassar guna menerima sanggahan atau keberatan dari masyarakat yang dirugikan. “Tidak pernah mengumumkan ke publik melalui penempelan pemberitahuan di kantor BPN Makassar, kantor Camat Mamajang, kantor Lurah Sambung Jawa atau di media massa.”

Surat Ukur No. 01052 tertanggal 19 Novermber 2021 juga diduga rekayasa karena warga setempat dan Ketua RW 7 Kel. Sambung Jawa, Dirwan Madjid,  tidak pernah melihat aktivitas pegawai BPN Makassar melakukan pengukuran di lapangan. Mereka mempertanyakan keabsahan sertifikat dan surat ukur tersebut. “Di mana batas-batasnya? Tidak pernah ditanda-tangani oleh pemilik tanah yang berbatasan dengan sertifikat tersebut.”

Ince Kumala Chaeruddin, S.Sos, Lurah Sambung Jawa, dalam kesaksianya pada, Selasa, 03 September 2024, mengatakan dengan tegas sebagai lurah di lokasi itu, dirinya tidak pernah dilibatkan dalam penerbitan sertifikat No. 2007/Thn 2021 sebagai satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa atau kelurahan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.24 Tahun 1997.

Bahwasanya Lurah Sambung Jawa tidak pernah mengeluarkan Sporadik alas hak sertfikat No. 20007/2021, karena alas hak sertifikat tersebut adalah Sporadik tanggal 19 September 2021 dengan No. 4470/SY/Au/IX/2021 bukanlah nomor registrasi yang baku dan lazim dikeluarkan oleh keluharan Sambung Jawa – kecamatan Mamajang. Dirinya sebagai lurah di lokasi tersebut, tidak pernah mengeluarkan  atau menandatangani sporadik alas hak sertifikat No. 20007/2021.

Warga menyesalkan kenapa BPN Makassar menerbitkan sertifikat No.20007/Thn 2021, karena akibat sertifikat tersebut, DR. Suryadarma Hasyim ST, MT, Kepala BBWS Pompengan – Jeneberang, mengirim Somasi pada Kamis, 19 September 2024,  melalui Muh. Ikhsan Hatta, SIP oknum PPK Pengadaan Tanah BBWS Pompengan – Jeneberang dengan semena-mena menuduh warga memasuki dan membangun rumah di atas lokasi sertifikat No.20007/Thn 2021 seluas 2400 meter persegi. Padahal, fakta di lapangan, warga yang mempunyai rumah di lokasi tersebut adalah warga lama yang di atasnya telah berdiri rumah sampai di jejeran Gereja. “Ada yang sudah menempati lokasi tersebut sejak tahun 1970-an, bahkan ada yang menetap di situ dari tahun 1960-an, walaupun awalnya hanya rumah panggung, bahkan Gereja dulunya hanya terbuat dari gamacca,” tutur Ridwan Madjid, Ketua RW 07 kelurahan Sambung Jawa.

Sertifikat Ganda?

Diketahui rumah-rumah tersebut sudah punya sertifikat yang terbit jauh di atas tahun penerbitan sertifikat No.20007/2021 milik BBWS Pompengan – Jeneberang. “Contoh rumah milik Aris Wahono – sertifikat No. 20210/Thn 2006. Ada rumah dari Sumiati – sertifikat No. 20434/Thn 2014. Kemudian rumah dari Bonifacius – sertifikat No. 20445/Thn 2015. Bahkan Gereja Toraja Jemaat Tanjung Marannu juga telah bersertifikat,” tegas Ridwan Madjid.

Warga heran dengan BPN Makassar yang mengeluarkan sertifikat No. 20007/Thn 2021. Mereka mempertanyakan kenapa bisa di era digital sekarang ini bisa terjadi sertifikat ganda di atas lokasi tanah yang sudah lama mempunyai sertifikat. “Nyata yang mana BPN Makassar tidak pernah turun lapangan untuk melakukan pengukuran pada saat penerbitan sertifikat No. 20007/Thn 2021 untuk tanah seluas 2400 meter persegi tersebut. Kami minta supaya pimpinan BPN dan Kementerian PUPR boleh memeriksa dan menindak oknum-oknum yang terlibat dalam dugaan rekayasa penerbitan sertifikat tersebut,

Lewat kesempatan ini, warga di lokasi berharap Majelis Hakim PTUN yang menangani perkara No. 53/G/2024/PTUN.Mks, dapat memutuskan dengan adil dan sebenar-benarnya sesuai fakta di persidangan maupun di lapangan saat Pemeriksaan Setempat. “Jangan ada Rempang Jilid Dua terulang di Jl. Tanjung Alang – kelurahan Sambung Jawa, Makassar,” ucap warga. (*)