13 September 2024
Dawai empat gema tengah malam, suara memekak mengusik orang-orang sekitar, kadang sumbang, kadang merdu, kadang diam, renung, itu kami. Berdiskusi duel ide, berperang gagasan. Ribu kata berulang-ulang tersusun dari huruf yang terbatas itu-itu saja – lalu kalimat menjadi nikmat tanpa batas mencandu pemirsanya siapa saja…
Oleh: Dera Liar Alam
ORANG-ORANG menuang vodka, mengisi gelas dengan anggur, dan kita masih menyanyi: pemberdayaan rakyat. Ruang ini pernah bersua sejumlah daya dari sudut-sudut bumi untuk berbagi – mungkin juga saling intai – belajar bersama – di bawah pohon mangga dengan penerangan remang di jalan dengan nama pahlawan negara.
Artikel ini dicatat tahun 2022 manakala Satuan Tugas C-19 terbitkan Surat Edaran sekian nomor berturut-turut menambah gamang situasi dan kondisi rakyat. Sorot edaran nomor 22, disebut dalam surat yang ditetapkan rapat terbatas medio Juli 2022 itu, bahwa, pelaku perjalanan luar negeri masuk melalui entry point di enam belas titik, yaitu di Bandara Soekarno-Hatta di Banten, Bandara Juanda di Jawa Timur, Bandara Ngurah Rai di Bali, Bandara Hang Nadim dan Bandara Raja Haji Fisabilillah di Kepulauan Riau, Bandara Sam Ratulangi di Sulawesi Utara, Bandara Zainuddin Abdul Madjid di Nusa Tenggara Barat, Bandara Kualanamu di Sumatra Utara, Bandara Sultan Hasanuddin di Sulawesi Selatan, Bandara Yogyakarta di Daerah Istimewa Yogyakarta, Bandara Sultan Iskandar Muda di Aceh, Bandara Minangkabau di Sumatra Barat, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II di Sumatra Selatan, Bandara Adisumarmo di Jawa Tengah, Bandara Syamsuddin Noor di Kalimantan Selatan, dan Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan di Kalimantan Timur.
Masuk lewat Pelabuhan laut, seluruh pelabuhan laut internasional di Indonesia dibuka sebagai pintu masuk perjalanan luar negeri melalui pertimbangan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan. Berikut Pos Lintas Batas Negara, yaitu di PLBN Aruk, PLBN Entikong, dan PLBN Nanga Badau di Kalimantan Barat, PLBN Motaain, PLBN Motamasin, dan PLBN Wini di Nusa Tenggara Timur, serta PLBN Skouw dan PLBN Sota di Papua.
Dosis-dosis vaksin menyebar, orang-orang diserang kampanye wajib sertifikat-sertifikat tanda patuh regulasi. Kami masih nyanyi dan berdiskusi, dan dibatasi. Jajak silam boleh dianggap prank oleh sejumlah pihak hari ini. Selasatu linknya tercatat soal-soal protokol yang dimaksud dapat ada baca rekamnya di situs Sekretariat Kabinet Repubik Indonesia, soal terkait perkara pembatasan.
Terbang melayang jauh ingatan, bertualang di negeri seberang. Berlayar melintas laut samudera, tapi kita tetap bercerita, berdiskusi, rekam jejak-jejak nan asyik dengan pena masing-masing, senjata kita argument, persepsi, ide, fakta, dan data. C-19 dilupa seketika, walau ancamannya juga asyik dirancang-rancang berbagai kepentingan. Politik, itu juga asyik kadang mesum.
Kenang silam, Jamal, kawan menulis saya di Swarakita, memetik syair ‘Ujung Aspal Pondok Gede’, mengomentari artikel saya, “Tempat dulu kami bermain, mengisi cerahnya hari.” Senyum dia merekah mengingat ‘markas’ di mana kami sering bersua. Paragraf di bawah ini yang memicu dia bersabda:
Bumi baru di zaman silam. Mengongkosi pemberdayaan rakyat, boleh. Caranya? Gunakan dana sendiri — dari mana ongkos dan dananya, pembahasananya ada di tempat lain — pakai pikir sumberdaya sendiri. Agak masuk ke dalam: Siapa rakyat? Orang-orang di sekitar kita, terdekat, mereka yang butuh pencerahan sebab bumi selalu butuh baru, perlu ide untuk mengongkosi paling tidak kebimbangan dan cemas yang meledak sepanjang waktu tanpa dapat diprediksi.
Ruang perjumpaan itu ada di Pinaesaan – Wenang, depan Sintesa Peninsula. Apa kabar Elang Pratapa, Michael Kuls, Welly Gustaf, Arthur. Kenang silam itu tentang Dewi Dedew, Finda Fine, Jamal Rahman Iroth dan saya masih mengisi tinta bagi PENA dan ASYIK.
Arthur Sembung punya ingatan pada suara yang menggema larut sore hingga pagi tiba setelah pergulatan ide bermalam-malam lalu. “Banyak cerita di ukulele. Pagi ke Jumbo Supermarket beli ukulele, lalu menggaruk ukulele dan berjoget sampai pagi berikutnya.” Panjang lebar tanggapan Welly Gustaf soal irama G n R.
Jeff, kawan dari wanua yang menetap di Melbourne bilang, “Di negara Barat banyak aktifis sosialis yang berakohol dan berganja turun ke jalan sambil meneriakan keadilan. Mungkin di Indonesia juga stouw? Kalu di sini so bataria legalize marijuana.” Saya jawab, “Turun ke jalan dan teriak, Murahkan BBM, turunkan harga vodka dan wine. Dalam koridor ‘demi kesehatan dan kebahagiaan’ saya bersepakat: ‘surga’ mestinya turun juga di tataran rakyat, bukan hanya bagi ‘aparatur’ yang doyan jalan-jalan keliling menemu surga di banyak lokasi di bumi. Tabea broer Jeffry Merril Liando.”
Obrolan bersambung, interupsi Jeff, “Sebenarnya kalau mau dikejar persons of interest yang suka begini bisa saja. Paparazzi foto terus masukan ke media atau sosmed. Malu sendiri mereka nantinya dan juga bisa menjadi pelajaran bagi yang lain. Di sini anggota parlemen menggunakan credit card negara untuk nonton porn movie di hotel saja saat sedang tugas ketahuan.” Saya sentil soal ethics voor parlemen, pejabat, dan rakyat, agar hal itu jadi ‘pengetahuan umum’, nanti malu sandiri kalau melawan regulasi.Sejauh ini, menurut saya — transparencies’ di satu sisi membikin bumi lebih baik: negara – dalam hal ini – mengatur mengawal ‘ruang privat’ secara berkeadilan.
Berbagi pesan. Intan, kawan kelas saya di PAS’47 Jakarta yang kini bermukim di Malaysia, sebut artikel dan foto itu sebagai, “Remang bahaya ini.” Demikian dia sebut. Hanya kenang remang saja, “Bila lewati situasi terlalu gelap nanti yang ciuman bisa terbentur tembok,” kata saya dengan rasa-rasa yang menghangat dalam jiwa. Entah apa bergejolak di benak bayangkan remang gelap itu. Isu bersambung tagihan. “Menyanyi rumput-rumput jadi pena untuk menulis amplop bulanan,” tutur Andrew sambil berbagi emot senyum mangap. Soal intern yang ternyata nyangkut isu publik juga suka kami obrolkan sambil tertawa asyik.
Amplop bulanan boleh jadi tertagih mingguan, karena merdu lagu-lagu menyentuh jiwa. Tergantung kapan pundi-pundi diedarkan. Dan penerima yang mengaku wakil Tuhan itu boleh jalan-jalan asyik keliling surga-surga yang suka mereka saksikan dari depan mimbar. Di ruang itu kami boleh main ukulele, piano, gitar, sambil nyanyi ‘besar anugerahmu’ dan berseloroh tentang dosa turunan, dendam tebusan darah. Hutang zaman yang tidak pernah lunas, dan sudah jadi bisnis asyik berkepanjangan dan letal. Itulah yang saya dan Andrew tertawakan saban bersua di social media.
“Beberapa sore saya habiskan di tempat itu, sekedar main bersama kakak-kakak ASYIK, juga numpang tengok beranda Friendster. Maklum, anak enam belas tahun kala itu, belum punya Facebook. Miss that time,” sambung Dewi Dedew. Di halaman ASIK ada Irene juga, Dewi Dedew, Finda Fine, Jamal Rahman Iroth dan saya menulis pengalaman dan banyak hal terkait sekolah – anak-anak, guru, dan seterusnya. “Seperti baru kemarin saja 2006 itu ya? Kala kita masih asyik melantunkan lagu, memetik dawai, dan menulis kisah guru dan murid,” sebut Irene.
PENA dan ASIK, halaman di harian Swarakita. PENA akronim dari Perempuan dan Anak, ASYIK itu Anak Sekolah Yang Ingin Kreatif. Akronim itu kami cetuskan bersama dan garap dengan memilih huruf, merangkai kata.
Pena remang. Gamang itu pena penakut. Orang-orang asyik dalam ketakutan yang ditularkan sistem. Namun, artikel ini hanya ingatan bahwa kami tetap bertinta dengan pena yang akan deras menulis kisah, pada bumi mesti terus diberdayakan dengan cinta. Begitu, pena yang asyik. (*)