Tuesday, November 19

Simfoni Agustus


31 Agustus 2024


Garis waktu menanda zaman berganti. Rakyat dikepung perang pertikaian, justeru Dmitri Dmitrievich Shostakovich menulis simfoni lambang perjuangan sedunia melawan Fasisme manakala kotanya dikepung, Leningrad. Dalam Grove, David Fanning menulis, “Di tengah-tengah tekan-tekanan yang saling berlawanan dari tntutan-tuntutan resmi, penderitaan massal saudara-saudara setanahairnya, dan cita-cita ideal kemanusiaan pribadinya serta pelayanan kepada masyarakat, ia berhasil menciptakan sebuah bahasa musik dengan kekuatan emosional yang kolosal.” Sering, garis waktu berulang di lain kesempatan — dari artikel ‘Simfoni Gugat Diri Terkepung Isme’ tersari judul yang sementara anda nikmati saat ini…


Oleh: Dera Liar Alam


Gambar: Vietnamese Espresso


FLOOR-G menderaskan resume transit dan history — nyaku, menera sekelumit peristiwa, letusnya sudah membumbung, kemarin: Vladimir Ilyich Ulyanov, teoretikus politik berkebangsaan Rusia, terkenal sebagai Lenin, medio 30 Agustus 1918, ditembak seorang revolusioner, Fanya Kaplan. Lenin selamat dari penembakan itu. Diri, seperti dikepung peluru.

Ada soal yang digumuli berpuluh-puluh abad bumi masih deras sampai sekarang: Encyclopedia Britannica dan  Merriam-Webster menyebut isme ini sebagai ideologi politik dan gerakan sayap kanan ekstrem, otoritarianisme, ultranasionalistik, ditandai kepemimpinan diktator, otokrasi terpusat, militerisme, pemberangusan paksa terhadap oposisi, kepercayaan terhadap adanya hierarki sosial, penghilangan hak-hak individu atas nama kebaikan negara dan ras, serta penyeragaman dan pengontrolan luar biasa terhadap masyarakat dan ekonomi.

Di bait pembuka, nyaku menyinggung Dmitri Dmitrievich Shostakovich. Siapa Shostakovich? Dia penggubah Soviet, musiknya dikecam, dilarang pemerintah. Bakat musiknya kelihatan setelah ia mulai mengambil pelajaran piano pada usia sembilan tahun. Pada 1918, Shostakovich mengarang sebuah mars pemakaman untuk mengenang dua pemimpin dari Partai Kadet yang dibunuh para pelaut Bolshevik. Medio 1919, Shostakovich diizinkan masuk ke Konservatorium Petrograd yang pada ketika itu dipimpin Alexander Glazunov.

Artikel ini dicatat 2020, memetik tembang rakyat manakala diri dikepung pendemi. Orang-orang ditodong virus, dan hoax melebar. “Global coronavirus cases have surpassed 25 million, data collected by Johns Hopkins University shows. There have been more than 843,000 fatalities. The United States has the highest number of infections and deaths, and California became the first state to pass 700,000 cases, although its infection rate is declining sharply. India — the world’s second most populous nation — now has the fastest-growing epidemic and on Sunday registered 78,761 new cases, a single day record for the country that pushed its overall tally to 3.5 million infections. The increase can at least in part be contributed to a surge in testing. More than 76 percent of India’s COVID-19 patients have recovered, and its fatality count has been far lower than the U.S. and Brazil, but deaths are still mounting.” Begitu ditulis The Week.

Agustus silam dan hari ini. Nyaku tetap berkelana, berdiskusi dengan banyak orang. Tercatat, masih dari media yang sama – bahwa, ada satu orang ditembak dan dibunuh di Portland, Oregon, pada Sabtu malam. Penembakan itu terjadi di tengah duel protes – karavan besar pendukung Presiden Trump dan demonstran Black Lives Matters bentrok di kota – meskipun tidak jelas apakah insiden itu terkait langsung dengan pertempuran tersebut.

Bumi sunyi perjalanan. Tercatat boikot terkait virus, di Hong Kong, Winnie Yu, pemimpin serikat pekerja di sana berseru, “Jelas bahwa pemerintah hanya mempunyai satu tujuan, yaitu menggunakan pandemi ini untuk mencapai tujuan politik mereka.” Reuters merekam kejadian itu.

Di negeri kita, politikus busuk mengorkestrai drum memekak teori asing, lumpuhkan cara rakyat bernalar. Sampai sekarang masih seperti itu. Simfoni rakyat dikepung isme-isme.

Di lain masa, nyaku menikmat Kopi Vietnam, membaca ulang tembang kabut di Eurasia: Pengepungan ‘paling berdarah dalam sejarah’ Leningrad. Peristiwa ini disebut orang Jerman sebagai Operation Nordlicht — Operasi Cahaya Utara — dimulai pada 30 Agustus 1941.

Tabir kelam Agustus 1941: Pasukan Finlandia kembali kuasai Tanah Genting Karelian, mengancam Leningrad dari barat, bergerak via Karelia Timur Danau Ladoga, mengancam Leningrad dari utara. Markas besar Finlandia tolak permintaan Jerman untuk menyerang Leningrad dari udara dan di selatan tidak bergerak lebih jauh dari Sungai Svir di Timur Karelia.

Sebelumnya, Jerman Nazi menginvasi Uni Soviet dengan Operasi Barbarossa. Soviet sudah melontari bom berapa kota di Finlandia. Dianggap ilegal, Soviet ditendang keluar dari Liga Bangsa Bangsa.

Perang enam tahun 1939 – 1945, kenang diri seakan dikepung bara, laknat: dalamnya ada Holocaust dan penggunaan nuklir sebagai mesin pembasmi, menyusul kematian massal warga sipil. Inilah selasatu kisah konflik paling buruk sepanjang sejarah kemanusiaan semesta.

Garis waktu, pesta rakyat, rakyat mana berpesta, menggoyang badan dan mabuk dogma. Itu saja, seberapa Agustus melintas di penanggalan bumi. Upacara menyihir gegap-gempita proposal deraskan bodoh dan miskin dalam keterkepungan berkepanjangan. Hanya nyata, dahaga dan lapar yang terus disogok nyanyi tanpa henti.

Manakala ritual merdeka nyaris dingin, rakyat berbagai pihak penuhi panggung jalanan gugat kuasa. Demikian simfoni dinyaringkan. Hempas virus-virus di tubuh, tonjok virus itu supaya minggat dari mindset yang dijajah kemiskinan terstruktur, atau, virus yang mendekam dalam badan regulasi atas nama hukum, tetap desak, tajamkan niat bagi tumbuh-kembang kedaulatan rakyat dan demskratos itu, sebagaimana cita-cita ideal kemanusiaan semesta. Begitu kawan. (*)