18 Februari 2024
Beras, ikan, sayur, bumbu, susu, dan seterusnya. Seberas-berasnya propaganda beras, boleh jadi lebih keras lapar-haus penyimpangan: nama-nama penerima manfaat boleh berganti sesuai maunya tukang salur. Di depan rumah, di lorong sebelah, terompet pagi memanggil, “Yur, sayur.” Tukang sayur keliling dengan sepeda dengan motor dengan mobil tidak jual beras…
Oleh: Dera Liar Alam
Gambar: Satu porsi
AWAL reformasi, keluarga kami terima raskin dengan terpaksa karena didesak Kepala Lingkungan di desa. Tapi dengan tegas saya bilang ke mama, “Biar kami usaha daya sendiri, cari makan sendiri. Jangan mau terima raskin.” Padahal tentu saya pernah cicipi raskin.
Nona itu istri Eki, tinggal di dusun Tewasen – hutan kecil rumbia yang telah jadi pemukiman kaya sumber air – di lereng perbukitan sekitar danau purba sisa letusan Malesung berabad silam. Nona tidak pernah cerita susah keluarganya, orang-orang di sekelilingnya tahu mereka susah, sekitarnya juga menjamur keluarga dan orang-orang susah dan miskin. Tiada sesal, dalam senyum getir Nona sebut, “Nama keluarga kami telah dicoret dari daftar penerima raskin.”
Raskin alias beras miskin ada di warung-warung diperdagangkan saudaranya penguasa. Control masyarakat lemah, dan tukang protes dianggap musuh di kampung, bahkan dianggap provokator keji. Penyimpangan dianggap biasa, harta materi dengan cara apa pun dianggap ‘berkat tuhan’.
Negara kita pernah surplus pangan, kemudian anjlok. Isu politik telah dominan di media massa, orang-orang lalu bertani di internet. Data media tahun 2012, petani Indonesia memproduksi 36,4 juta ton menutupi konsumsi dalam negeri 35,3 juta ton. Boleh bandingkan dengan data di situs Badan Pusat Statistik, “Produksi padi 2012 diperkirakan sebesar 68,96 juta ton. Gabah kering giling mengalami kenaikan sebesar 3,20 juta ton (4,87 persen) dibandingkan 2011. Kenaikan tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 2,09 juta ton dan di luar Jawa sebesar 1,11 juta ton. Kenaikan produksi padi 2012 sebesar 3,20 juta ton (4,87 persen) terjadi pada subround Januari – April dan subround Mei – Agustus masing-masing sebesar 1,45 juta ton (4,72 persen) dan 2,41 juta ton (11,45 persen), sedangkan pada subround September – Desember produksi diperkirakan mengalami penurunan sebesar 0,66 juta ton (4,73 persen) dibandingkan subround yang sama tahun 2011 (year-on-year).” Data tersebut boleh anda baca pada tajuk ‘Produksi Padi Tahun 2012 diperkirakan Naik 4,87 Persen’ – BPS, dirilis, 01 November 2012.
Tahun 2015, di editorial investor.id membincang ‘Basmi Mafia Beras’, “Kaki tangan para mafia ini sudah menjalar ke mana-mana, tak hanya menguasai pedagang pasar, namun juga para oknum birokrat. Di masa lalu, ratusan ribu ton beras Bulog yang digunakan untuk operasi pasar tiap tahun jatuhnya ke tangan mereka juga. Mereka mendapatkan untung berlipat dari beras murah yang disubsidi uang pajak kita, namun harga beras tetap melambung di musim paceklik. Itulah sebabnya, inflasi biasanya membubung pada Desember – Februari tahun-tahun sebelumnya, kecuali Januari – Februari tahun ini.” Tercatat, 06 Maret 2015.
Beras dalam tafsir asumsi saya adalah propaganda penyeragaman isi perut. Manakala bertanggung jawab sebagai redaktur di Harian Swarakita, saya mencermati berita yang mengupas babak ‘beras spanyol’ alias ‘beras separuh nyolong’ disajikan oleh beberapa kantor pemberitaan nasional. Bila membaca ‘Robohnya Moral Kami’ ditulis Soenjono Dardjowidjojo, dipublikasikan Yayasan Obor Indonesia, 2005, di situ di halaman 95 anda dapat membaca kisah beras ‘spanyol’ itu dikutip dari Kompas. Cari ceritanya, majalah Tempo pernah mengulasnya di ‘Menangkal Serbuan Beras Spanyol’, Minggu, 23 April 2000.
Impor beras dikritik keras. Tajuk yang sama dengan apa yang ditulis investor.id dibahas beritasatu.com, “Maklum, impor beras luar biasa menggiurkan, untungnya mencapai triliunan rupiah setahun. Hitung saja, dengan mengimpor beras lama Vietnam yang diobral murah, pedagang bisa menangguk untung bersih sekitar Rp 1.000 per kg atau Rp 2,75 triliun setahun. Itulah sebabnya, saat peran Bulog dipereteli oleh International Monetery Fund dengan menekan Soeharto menjelang kejatuhannya tahun 1998, mafia importir dan pedagang besar ini langsung mengambil alih jalur distribusi beras di tanah-air. Tak lebih dari delapan pedagang kini sudah mengendalikan 80 persen distribusi beras nasional, lewat Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta yang menjadi referensi pergerakan harga beras di seluruh negeri.” ‘Basmi Mafia Beras’, beritasatu.com , 07 Maret 2015.
Nitis Hawaroh, wartawan tribunnews.com, Sabtu, 11 Februari 2023, menulis, “Sebanyak 350 ton beras Bulog yang dikemas dengan beragam merek dan ukuran telah berhasil diamankan Satgas Pangan Polda Banten, Kota Serang, Banten. Penyelewengan itu diungkap setelah Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso melakukan sidak di Pasar Induk Beras, Cipinang, Jakarta Timur beberapa waktu lalu.” Artikel itu diberi judul lumayan panjang, ‘Kronologi Penyelewengan 350 Ton Beras Bulog di Banten, Berawal dari Kecurigaan Budi Waseso’.
Diketahui bersama sekarang dalam industri pangan, beras diolah jadi tepung beras. Lapisan aleuronnya mengandung gizi tinggi, diolah jadi tepung bekatul atau rice bran. Bagian embrio beras diolah menjadi suplemen makanan dengan sebutan tepung mata beras. Beras jadi nasi, makanan pokok terpenting penduduk bumi. Beras jadi apa saja, penganan dan minuman: yang populer dari olahan beras misalnya arak dan air tajin. Beras sebagai bahan bermacam penganan dan kue-kue. Ketan, jenis beras yang banyak dijadikan bahan kue wajik misalnya dan tapai. Selain itu, beras merupakan komponen penting bagi jamu beras kencur dan param.
Makan kue berbahan beras, minum minuman berbahan beras, kita lupa pada lapar beras bertahun-tahun.
Lupa tak lamun rumah susun telah sentosa perkaranya, view di teluk berapa anak sungai membelah ibukota aibon, revitalisasi tersiram banjir riwayat juru kampanye. Wadas menggeser kenang pada bendungan Bener dan tambang batu – orang-orang tuju Sungai Serayu Opak: jawaban tunggu keputusan pusat. Orang-orang lapar dijamu beras, kenyang imannya oleh dogma beras.
Beras juga ada dalam kisah kampanye dan propaganda, baru saja kita alami bersama. Apa sarapanmu pagi tadi, mungkin beras dan masih nagih. (*)