Saturday, December 21

Tag: Nalar

YANG SESAT dalam Masyarakat Beragama Kita
Esai, Guratan

YANG SESAT dalam Masyarakat Beragama Kita

17 September 2023 Berhitung mundur, waktu ternyata telah banyak memberi tanda, lebih sepuluh tahun silam stigma mengembara tanpa penjelasan dari berbagai pihak – berharap negara memberi pencerahan pada rakyat, umat, masyarakat. Hari ini, atmosfer pemikiran justeru semakin berkabut-asap berita-berita cerita bingung. Stigma sesat, terima saja di jalan nalar, di setapak pemikiran. Padahal, peta bumi telah dapat diakses semua makhluk… Oleh: Denni Pinontoan Penulis adalah penulis Mengajar di IAKN Manado Editor: Daniel Kaligis TUDUHAN SESAT hadir dalam wacana masyarakat kita. Dari sekadar perbedaan doktrin, ajaran dan interpretasi, ‘yang sesat’ kemudian menjadi pembedaan secara moral, religius dan martabat. Mereka ‘yang dianggap sesat’ kemudian, baik secara keagamaan, politik maupu...
Mengeruk Sisa
Susastra

Mengeruk Sisa

17 Agustus 2023 Oleh: Dera Liar Alam Gambar: Burgemeester Bisschopplein — Berderet tiga tukang sapu di Taman Suropati, Menteng – Jakarta, suatu siang. KOTA, mana kita sambang derita di bayang tekanan ternyata mewah dalam ingatan. Berlari dengan lambung ditombak lapar dan kerongkongan nyaris kering sembari menghirup bising di mana-mana. Ruang pagi nan hampa, perempuan-perempuan mengayun sapu memacu memicu hari tanpa bosan mengeruk sisa yang mampu dijangkau ujung. Kita, di depan meja reot menarikan tuts, mengeja sajak pengembaraan curiga, apriori, mengapa fakir ada di mana-mana dengan raut datar menertawai lukanya tak pernah sembuh. Lalu nujum menghujam nalar, mesin-mesin telah mengganti hati dan telepati: suatu ambang pagi kita jatuh cinta pada badan dan sekujur tubuh yang ran...
Bola Meletus di Bibir
Budaya, Esai

Bola Meletus di Bibir

31 Juli 2023 Oleh: Daniel Kaligis Penulis adalah jurnalis penulis Gambar: Anak-anak bermain bola TUKANG taman berkeliling jalan dengan truk memuat tandon air, siram tanaman saban sore, lalu geraknya macet sebab anak-anak bermain bola di ruas jalan. Langit masih biru di atas ufuk Sungai Poso manakala saya membidik kamera. Riuh suara anak-anak memandingi gema toa di lorong seberang. Oma Bibi bercerita, sabdanya panjang lebar, rautnya serius. “Kalau bola itu nyasar ke sini, saya belah jadi dua. Biar meletus bola itu,” kata dia. Pada saya, oma bilang, bahwa dia sudah sekian kali menegur anak-anak itu supaya jangan bermain di jalanan. Oma memang selalu sibuk dengan apa yang lalu di hadapannya mobil parkir memantulkan cahaya ke dia, pasti oma murka. Anjing tetangga menggonggong, oma ...