Tuesday, April 23

Tag: Lahendong

Altar Semesta Kabut
Esai, Susastra

Altar Semesta Kabut

22 Januari 2023 Nun di sana, Nanti, Dini hari datang lagi… Manakala doa-doa mengembara di altar semesta nan senyap Lalu kabut perlahan pudar… Alor Street – Kuala Lumpur, 2012 Oleh: Daniel Kaligis Gambar: Telaga tua berkabut di lereng Pangalombian SESEORANG di ruang kedatangan, “Di sini, saya di sini,” kata Pemetik Uke, ukulele. Bersalam jabat erat pelukan, pipi ketemu pipi. Telah tiba dan telepon berdering, panggilan dari seberang, “Tunggu di situ jo ngana, torang so menuju, so dekat bandara,” kata Pemuja Kabut. Iya, saya akan menunggu depan halte, sebagaimana permintaan dia. Masih di ruang kedatangan, dan masih berdua. Pemetik Uke dan saya melanjutkan kisah perisai, maar, stratovulkano, dst, sambil menunggu Pemuja Kabut. “Begini,” katanya. Mulai dari tanah seberang, ada t...
Telaga Hijau di Atas Neraka Suci
Budaya, Travel

Telaga Hijau di Atas Neraka Suci

12 Februari 2022 Ribuan zaman orang-orang datang, silih berganti di telaga berwarna, saya punya tafsir sendiri tentang Linou ketika singgah dan menikmat hijau beningnya… Oleh: Dera Liar Alam Gambar: Danau Linou, 2018. Foto DAX. DI ALBERTA ada Waterton, tanah Minahasa punya Danau Linou. Saya mengejanya sebagai Linnouw Lake, dalam tafsir telaga di atas neraka. Dulu, di belantara sekitar Linou, menjangan berlarian di ilalang-ilalang liar, lalu satwa-satwa buruan itu hampir tidak kelihatan, walau sesekali bersua pemburu burung dan ‘puti ipus’ di rimbanya. Para ‘baret coklat’ serdadu Tengkorak Liar, pernah berkeliaran manakala pergolakan Permesta di sekitar Linou, belantara Tampusu-Kasuratan, hingga hutan gunung Lengkoan. O, iya. 'Puti ipus' itu adalah tikus berekor putih, pemaka...
Semalam di Kuranga
Econews, Editorial, Guratan, Susastra

Semalam di Kuranga

22 Desember 2021 Susastra tua ada di teks, ada di dialog khas orang-orang Wanua: mereka ada dalam ruang, ada di jalan-jalan, ada di pasar-pasar. Dan, manakala susastra itu terlontar dalam dialog mereka, boleh jadi hal itu berlangsung tanpa sadar, spontan. Saya menyebut itu 'kanaramen'. Oleh: Dera Liar Alam Penulis adalah jurnalis penulis Gambar: Malam di batas Kakaskasen MEMBACA kabar ibu kota, menikmat isu di sekitar. “Kemang Raya sore ini, banjir. Sudah tidak dapat dilalui kendaraan. Super parah.” Begitu ditera Kafi Kurnia di beranda metaverse-nya, Senin, 20 Desember 2021. Obrolan banjir, longsor, abrasi, segala bencana jadi biasa di mana-mana tempat di bumi. Apa hubungan cerita banjir di ibu kota dengan situasi di Kuranga? Bagaimana pertaliannya – banjir dengan sastra? Angga...
Secangkir Kopi dari Pendeta untuk Sang Jenderal
Estorie

Secangkir Kopi dari Pendeta untuk Sang Jenderal

02 Maret 2019 Secangkir kopi hangat disajikan seorang pendeta, Ds. A.Z.R. Wenas kepada sang jenderal menyambut perdamaian yang lama dinanti... Oleh: Denni Pinontoan Penulis adalah penulis, mengajar di IAKN Manado Editor: Daniel Kaligis Artikel ini dikutip dari: kelung.id APRIL tahun 1961 di Tanah Minahasa. Tepatnya di sebuah kampung bernama Woloan, Tomohon. Saat itu hujan rintik-rintik. Udara agak dingin. Hari itu tanggal 11 April 1961. Seorang pemimpin gereja terbesar di Minahasa, Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM), Ds. A.Z.R. Wenas tampak hadir berada di antara para perwira militer, baik dari pihak Perjuangan Semesta (Permesta) maupun TNI. Seorang di antaranya adalah Jenderal Hidayat. Ds. Wenas lalu bertanya kepada sang jenderal mau minum apa. “Een kop koffie, Dominee,...