Friday, October 11

Tag: Cahaya

Hujan Cahaya
Susastra

Hujan Cahaya

23 September 2024 Timor, timur nan jauh. Di sana, di Timor cahaya bermula. Orang-orang lupa dekolonisasi bumi Lorosae, sajak pujasastra Kakawin Nagarakretagama menera nama Timor sebagai anak sungai, entah alir itu membawa serta cahaya hingga hari ini – ingat pernah mampir di sana, di dekat Lifau di mulut Tono River… Oleh: Dera Liar Alam CAHAYA jatuh di langit-langit, di pipi, di dinding gulita. Dom cerita, menyeberang dia dengan kapal laut serta sepuluh orang kerabatnya, sandar di Dili, di pesisir laut Banda. “Kami tiba sore, rencana mau langsung ke Lospalos, namun bis kami ditahan — orang-orang di sana bilang — tidak boleh berkendara di malam hari, katanya sering ada tembakan dari Frente Revolucionária de Timor-Leste Independente. Jadi, kami menginap - meringkuk dalam kendara...
Cahaya Acak
Susastra

Cahaya Acak

02 September 2023 Kode 80. Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Langit tanpa kupu-kupu CAHAYA acak yang terjebak di langit sepi kupu-kupu turun membawanya menembus kabut lalu pagi datang seperti jalan panjang yang meninggalkanmu sendiri (*)
Rumah-Rumah di Balik Kabut
Susastra

Rumah-Rumah di Balik Kabut

13 Agustus 2023 Kode 52. Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Setapak tuju hutan KEMARAU ini berlangsung lebih lama. Pohon-pohon di hutan ini layaknya seorang pria yang tak pernah berjalan jauh dari rumahnya. Mereka berbaris tapi tak rapi. Burung-burung hinggap di dahan. Berkicau dengan buru-buru. Jalan setapak yang dulu pernah membelah hutan manjadi dua bagian yang sama panjang. Menuju rumah-rumah di balik kabut. Dengan sungai dan batu-batu hitam. Halaman yang ditumbuhi bunga-bunga tanjung. Seorang anak yang melewati jalan setapak itu. Mencari di mana tanah penuh cahaya itu berada. Ia melihat ketinggianmu yang menjulang dan kau melihatnya dengan diam. Seperti kabut dan angin yang memenuhi satu sama lain. Ketika kupu-kupu pertama l...
Noon
Estorie, Foto Pilihan

Noon

27 April 2023 Oleh: Dera Liar Alam MENYUSUR Parang Tambung di seberang pagar-pagar dan tiang, hari hampir sore, saya catatkan estorië seraya mengarah Jongaya: Geheime Staatspolizei — dikenal sebagai GESTAPO: cikal-bakalnya berasal di Preußische Geheimpolizei, Polisi Rahasia Prusia. GESTAPO pasukan polisi rahasia di masa NAZI Jerman, didirikan 26 April 1930. Noon gemerlap, cahaya memantul di saluran Jongaya, masih terik walau sinar telah miring menyentuh genangan sisa musim hujan yang tak tentu hanyutkan plastik, kaleng, kertas, bekas, berkas-berkas. Kawat duri berganti tembok menjulang, pisahkan pemukiman dari lokasi-lokasi yang dipasangi merek supaya siapa yang masuk tunduk pada tagihan – kadang regulasi menyimpan kepentingannya di balik mindset melarat terrantai dogma. (*)
<strong>Menggambar Asumsi</strong>
Guratan

Menggambar Asumsi

15 Februari 2023 Kita generasi beruntung, sempat menikmati main layangan, namun mahir menggunakan drone, cakap menerap berbagai gadget, aplikasi, dan hampir saban hari memainkan gambar sebagai bahan cerita. Oleh: Daniel Kaligis GAMBAR seperti yang biasa dilihat, senatiasa membangun lebih dari satu anggapan yang disangka benar: assumption. Saya catat resume ini seraya menikmati oxtail fried rice di Portico. Di kiri depan, ada dua perempuan membolak-balik menu seraya ngobrol dan memetik gambar. Menit-menit berpindah, “Have you ever been lonely,” mengalir dari earphone. Dan lamunan menderas. Menuntas dinner seraya melantur khayal. Siapa kita? Siapa saja! Anda juga berhak merasa mahir seperti yang dibahas pada kalimat di alinea pembuka. Malam baru turun. Awan-awan menggantung di la...
Di sekitar Panel
Bisnis

Di sekitar Panel

16 Desember 2022 Kode 34. Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: AFTER the rain poem: the rage of heaven and earth depart… Kemudian cahaya jatuh Pada Desember mendung Ada dingin merambat Pada dinding gedung Tiba juga di tubuhku Pada lantai sebelas Aku melihat pohon-pohon Seperti tak mampu mencapai ketinggian Tetesan air jatuh di keningku Dari mesin AC yang lupa dimasukkan dalam anggaran perbaikan Aku telah mengentuk pintu Dan telah kupercayakan kepada rapat dan siding untuk mengambil keputusan Bila nanti kita berdua sampai juga pada hari yang semakin tak pasti Kau mengajakku untuk segera keluar dari sini Semua butuh antre, kataku, Tapi aku gagal untuk selalu menunggu sahutmu. Ketika panas datang Menyingkirkan mendung Desember telah ...
Kesendirian Kata
Susastra

Kesendirian Kata

02 Agustus 2022 Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Senja di Padang Panjang - photo by DLA Kata yang pernah kau bisikkan padaku kini berubah menjadi kupu-kupu. Ia mengitari batu. Melayang-layang di udara. Di mata kupu-kupu itu, masih tersimpan bayangan kekasihnya. Hari-hari berganti. Cuaca yang terus ia sapa pada lembut udara di ujung sayapnya. Musim ia sambut pada warna yang menggores tubuhnya. Ia turut pada jalan yang terus merambat di udara. Sampailah ia di atas sabana hinggap pada setangkai rumput. Ia pandangi dirinya pada genangan air dari sisa hujan yang turun tadi pagi. Cahaya pelan-pelan redup. Waktu jatuh dalam gelap. Hanya suara air mengalir dari sungai yang tak jauh dari tubuhnya. Membawa jauh tubuh beku. Seekor ulat daun...
Telah Sampai pada Pagi
Budaya, Susastra

Telah Sampai pada Pagi

03 April 2022 Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro AKU hirup malammu yang gelap hanya berhasta dari keremangan cahayamu. Di jari-jariku yang kecil tak ada air yang mengalir, sungguh serupa angin kau sibakkan wajahku. Kau ayunkan waktu, aku terlontar dalam sepi, di hening ini aku jumpai satu persatu keterasinganku. Begitu lumurnya diriku. Hanya bayang, tak lagi bayangan dalam hujan. Aku terpekur dalam ukuranmu. Aku meraba-raba dalam jengkal yang tak lagi aku temui. Hanya jarak yang semakin asing, semakin nyaring. Bila nanti, di suatu pagi yang tak bisa kukenali, kau dan aku hanya duduk, tertunduk. Kayu-kayu telah lapuk tak ada lagi ukuran untuk timbangan. Aku berharap bisa memandang wajahmu, hanya wajahmu. Seperti yang dikabarkan hujan pada angin,...
Medan Laga
Susastra

Medan Laga

20 Februari 2022 Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro SATU IA BERANGKAT, didengarnya hembus angin, suara-suara yang datang padanya. Sepasang mata menatap dirinya. Perintah yang harus ditunaikan, pada hujan yang jatuh, ia akan menyimpan, bila kelak ia sampai pada suatu tempat, di mana gelap dan gelap menjadi batas pandangannya, serta cahaya yang tak pernah bisa ia lihat wujudnya, ia akan bercerita, pada medan laga ia berhenti dan memulainya. DUA RIMBUN belantara yang tak pernah di kenalnya, lembut kabut luruh, malam yang pekat, ia tajamkan pandangan, menampik dingin yang menggigilkan tubuhnya, berharap bila hujan berhenti, mengantarkannya pada pagi, kembali pada waktu, kasihku aku telah jauh padamu, pagi menunggu, rumah yang terbuka, serta pagar bun...