16 April 2022
“Ilusi bahwa orang-orang Serbia yang berperang melawan Turki di Kosovo pada tahun 1389 setara dengan orang Serbia yang berjuang untuk keberlangsungan kehidupan nasional Serbia pada saat ini,” ujar Edit Petrović. Tertera di ‘Ethnonationalism and the Dissolution of Yugoslavia’.
Kampanye perang adalah dendam kekal di semesta, kapan saja dapat meletus merenggut apa saja, manusia, entah mengerti atau masih bingung, atau mungkin terlibat, bisa saja jadi tumbal…
Oleh: Dera Liar Alam
Penulis adalah jurnalis penulis
MEMBACA Nagodba, Horvát–magyar kiegyezés, apa yang dikenal sebagai ‘Kroatisch-Ungarischer Ausgleich’, pakta yang disepakati tahun 1868, mengatur status politik Kroasia di wilayah Hongaria — bagian dari Austria-Hongaria – berlaku hingga usai Perang Dunia Pertama.
Status hukum dan politik kota pelabuhan Rijeka disebut terikat pada Kerajaan Hongaria, berikutnya penggabungan wilayah Batas Militer Kroasia dan Slavonia dengan Kerajaan Kroasia-Slavonia tahun 1881. Dampak kompromi nan kontroversi, Kroasia menganggap Rijeka bagian dari wilayahnya, Hongaria menganggap kota itu ‘corpus separatum’.
Debat genosida komparatif, kontroversi Holocaust, nasionalisme Serbia juga nasionalisme Kroasia. Kampanye perang boleh jadi ‘industri kepentingan kekuasaan’ di mana-mana. Interpretasi kontemporer: Kosovo adalah isu sentral perpolitikan Serbia. Provinsi itu telah diberi hak otonomi luas oleh Konstitusi Yugoslavia 1974 dan dikelola mayoritas Albania. Menguatnya sentimen nasionalisme Albania, berikutnya diskriminasi terhadap Serbia oleh penguasa. Catatan penting dibaca, ‘Balkan Holocausts? Serbian and Croatian victim-centred propaganda and the war in Yugoslavia’, ditulis David Bruce MacDonald.
Tahun silam, 15 April 2021, saya punya ‘catatan kecil’ menyinggung khotbah dan kampanye perang:
“Kita kembali terlibat di dalam pertempuran dan menghadapi pertempuran. Bukan pertempuran bersenjata, meskipun tidak berarti pertempuran bersenjata tidak akan terjadi.”
Kalimat itu diteriakkan Milošević saat mengenang enam ratus tahun Pertempuran Kosovo, Milošević berbicara di depan kerumunan massa. Lokasi di mana mereka berkumpul ‘konon’ merupakan tempat berlangsungnya Pertempuran Kosovo.
Waktu menjadi amat kasib dari ingatan sejarah 1389 hingga 1989 manakala Milošević mengulang kenang: pertemputan bersenjata, pertempuran tanpa senjata.
Estorie, 27 Mei 1999, Slobodan Milosevic dituntut dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukannya di Kosovo.
Dari berapa literatur saya membaca yang mana Milošević adalah seorang Serbia Montenegro. Dia lahir 20 Agustus 1941 di Požarevac, Yugoslavia. Ayahnya, Svetozar Milošević, melakukan bunuh diri ketika Slobodan masih di sekolah menengah. Ibu Slobodan, Stanislava Milošević, menggantung dirinya sepuluh tahun kemudian.
Sebagaimana ‘The Search for Greater Albania’, ditulis Paulin Kola – London, Hurst, 2003, disebutkan bahwa Milošević berhasil meraih kekuasaan di Liga Komunis Serbia pada tahun 1987, dan pada awal tahun 1989, ia mendorong sebuah konstitusi baru yang secara drastis mengurangi hak-hak Kosovo dan Vojvodina. Hal ini lantas diikuti pencopotan para pejabat yang menjadi saingan Milošević di kedua provinsi itu, yang kemudian dikenal sebagai ‘Revolusi Antibirokrat’. Banyak orang Albania tewas terbunuh pada Maret 1989 ketika unjuk rasa menentang konstitusi baru ditanggapi dengan kekerasan oleh pasukan keamanan Serbia. Pada Juni 1989, keadaan di Kosovo sudah cukup kondusif meski suasananya masih tegang.
Di padang Kosovo, lantang Milošević. “Serbia tidak pernah dalam sejarahnya menaklukkan dan menjajah bangsa lain. Sepanjang sejarah mereka berjuang membebaskan diri melalui dua perang dunia, seperti sekarang ini. Mereka membebaskan diri mereka sendiri dan ketika mereka berhasil, mereka akan membantu bangsa lain untuk membebaskan diri.”
Rakyat, penonton antusias bersorak. “Biarkan kenangan kepahlawanan Kosovo hidup selamanya! Hidup Serbia! Hidup Yugoslavia! Hidup perdamaian dan persaudaraan antara bangsa,” teriak Milošević. Gelegar di Gazimestan membahana, dunia juga saksinya.
Dalam cemas perang, orang-orang Serbia menyambut pidato Milošević. Media internasional punya tanggapan bermacam-macam tentang Pidato Gazimestan yang dikumandangkan Milošević saat itu. Ada yang menganggapnya sebagai penyimpangan, ‘teriak damai yang mengajak berkelahi’ atau mengancam memancing kekerasan.
Pelantun Pidato Gazimestan, yakni Milošević, Presiden Serbia dan Yugoslavia. Ia menjabat Presiden Serbia pada 1989-1997 dan kemudian menjabat Presiden Republik Federal Yugoslavia pada 1997-2000. Pemimpin Partai Sosialis itu disidang dengan dakwaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukannya di Kosovo.
Medio, 11 Maret 2006, Milošević meninggal di sel tahanannya di Den Haag, Belanda.
Mitos-mitos penaklukkan pengorbanan pernah diumbar dan selalu ada di mana-mana di bumi. Kosovo dianggap tanah suci Serbia. Morava seakan tenang, sungai itu melintas Serbia, Republik Makedonia, dan Bulgaria. Damai, damailah semesta. (*)