09 Agustus 2020
Oleh: AKBP (Purn) Kamaluddin, M.Si
Perlu diingatkan berulang-ulang, bahwa pemberantasan mafia tanah itu adalah instruksi Kepala Negara dan didukung Kepolisian Negara. Jangan sampai rakyat mendahului dan bertindak seturut jalan mereka sendiri sebab kelakuan aparat yang keparat. Maka, bertindak dan berlakulah profesional dalam menangani kasus-kasus terkait perkara yang dimaksud.
MENDALAMI perkara-perkara, saya pernah menekuni kerja penyidikan saat bertugas di kepolisian. Sekarang ini mengamati, mencermati, mendalami, dan memberi masukan: Laporan saudara Padeng Gervasius, SH, ke Polres Gowa, Sulawesi Selatan, perihal dugaan tindak pidana pengunaan surat-surat yang isinya tidak sejati, atau tidak benar, dan atau tidak sesuai yang sebenarnya sebagai alat bukti. Cermati lebih dalam. Surat-surat yang diduga palsu tersebut telah melahirkan hak atas tanah bagi pengguna yang tidak berhak. Kasus ini sudah sekian lama berproses sejak laporan itu dibuat dan disampaikan ke Polres Gowa, medio 2018.
Terkabar, proses lidik sudah dilakukan, dan tentunya telah ditemukan bukti-bukti yang kiranya memenuhi unsur surat palsu sebagaimana yang sudah dilaporkan. Idealnya menurut saya, dalam temuan penyidik boleh mengembangkan kasus ini bukan sekedar corpus juris civilis yang dianut hukum perdata kita di Indonesia, namun ada temuan kejahatan pidana pemalsuan di dalamnya. Berhenti di situ? Tentu tidak. Namun, kita tahu bersama apa yang terjadi. Kasus ini lama terpendam, atau sengaja didiamkan.
Jumat, 06 Agustus 2021, kemarin, saya ikuti jalannya Gelar Perkara Khusus di Ditreskrimum Polda Sulawesi Selatan. Acara sudah berlangsung baik. Saya berharap kawan-kawan semua yang sudah mengikuti acara tersebut boleh sama-sama mengawal hasil dari acara tersebut.
Kita perlu masuk lebih dalam. Terkait laporan, barangkali perlu adanya pemahaman kepada segenap anggota kepolisian, lebih khusus kepada para penyidik, supaya dapat membedakan mana tindak pidana yang merupakan delik aduan, berikutnya mana perkara yang adalah delik biasa atau delik umum. Itu yang pertama, mohon kawan-kawan dari kepolisian supaya memberi perhatian khusus terhadap hal ini.
Kasus Berjalan Masih di Tempat
Berikutnya: penyidik, dalam hal ini, tentunya penting memahami apa ‘tupoksinya’ — diulangi biar jelas, apa itu tugas pokok dan fungsi — secara profesional dan proporsional. Sebagai contoh, bahwa kepolisian, selaku penyidik, diberikan kewenangan untuk menangani tindak pidana, di mana ranah pidana itu yang diproses, dan bila bersalah ada institusi hukum yang melakukan penuntutan.
Mengamati proses yang sudah sekian tahun riwayat perkara tersebut, menurut saya perkara di laporan itu ‘berjalan di tempat’. Sebagaimana kita sudah ketahui, Polres Gowa sudah menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).
Kenapa saya menyebut bahwa kasus ini masih berjalan di tempat? Sebab profesioalitas dan proporsi penyidik layak dipertanyakan. Sangat jelas, dalam pemaparan hasil lidik Jumat kemarin yang dapat kita saksikan di layar presentasi Polres Gowa, bahwa yang dilaporkan itu berkaitan dengan Pasal 263 Ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Saya kutipkan seluruhnya, ayat (1) dan (2):
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Jadi sudah jelas dasar laporannya.
Namun, disayangkan. Dalam proses yang dilalui, penyidik sudah mencampur-baurkan perkara pidana dengan perkara perdata. Sangat nyata dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan yang telah diterbitkan Polres Gowa dan sudah diterima saudara Padeng Gervasius, SH.
Tentang proses dan hasil proses lidik, kemudian SP2HP, saya menduga dan berasumsi, di sini ada upaya ingin mengaburkan tindak pidananya. Pihak kepolisian, dalam hal ini penyidik telah memberikan suatu kesimpulan terhadap kasus yang ditangani meleset dari dasar laporan perkara tersebut. ‘Gatal di sini, tempat mana yang digaruk?’ SP2HP menyimpang dari pokok perkara.
Berlakulah Profesional
Dalam menangani laporan kasus yang disampiakan Padeng Gervasius, SH, pihak penyidik bertindak seakan-akan penasehat hukum, atau sebagai jaksa penuntut, atau sebagai hakim. Ini yang terjadi. Panjang lebar dan bobot perkara dengan hasil lidik tidak sesuai proporsi, tidak berimbang Apa lagi istilahnya? Berat sebelah. Nah, istilah ini yang jadi catatan khusus untuk ditelusuri lebih jauh. Berat ke mana titiknya, ada apa dengan duduk perkara yang dilaporkan itu.
Pertanyaan lanjutanya: apakah sumberdaya hukum pihak penyidik memadai untuk menangani laporan saudara Padeng Gervasius, SH? Atau ada sesuatu dan lain hal yang mempengaruhi? Di sini pertanyaan tentang profesionalitas penyidik itu saya tegaskan.
Bila ada ‘sesuatu dan lain hal’, tentu hal ini tak dapat dibiarkan berlajut, sebab sudah sangat pasti hal itu akan dapat merusak citra kepolisian yang sejauh ini sementara berupaya membenahi diri agar disenangi di masyarakat, yang tetap tegas namun humanis, seperti yang diucapkan oleh pimpinan tertingginya.
Semua orang sama di depan hukum. Hasil sudah kita lihat dan baca. SP2HP boleh saja menjadi keterangan bernuansa palsu oleh karena ‘sesuatu dan lain hal’. Data dan fakta dokumen yang berkekuatan hukum tetap kami pegang, dan kami akan tetap mengawal kasus dan laporan yang sudah kami serahkan kepada pihak kepolisian.
Artikel Terkait:
☑️ Lagu Presisi dan Fenomena Gunung Es Mafia Tanah
☑️ Kasus Mafia Tanah di Gowa: Episode Surat diduga Palsu
Gelar Perkara Khusus juga sudah dilakukan, tentu perlu ada evaluasinya.
Saya selalu mengulang, mohon maaf bila tafsir saya tentang aturan berlainan dengan tafsir anda pembaca sekalian. Bila saya lupa dan alpa melaksanakan aturan, tolong diingatkan. Namun, dalam soal pemberantasan mafia tanah, dalam perkara yang sementara berlangsung dan terang benderang di hadapan kita semua, saya juga harus berterus terang, bahwa, oknum penyidik di wilayah ini menutup mata terhadap fakta-fakta. Sengaja menjadi ‘kaku’ menjalankan perangkat aturan. Ada apa ini? Mari kita evaluasi.
Saya berharap, segera dalam waktu dekat hasil pendalaman Gelar Perkara Khusus itu boleh disampikan kepada pihak pelapor. Buka lagi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pahami hal itu. (*)
Editor: Parangsula
Hak jawab selalu diberikan kepada semua pihak bila pemberitaan bertolak belakang dengan fakta dan data.