Tuesday, November 19

Konservasi Keanekaan Hayati Sulawesi

01 November 2015


Oleh: John Tasirin
Chairman of Biodiversity Conservation Laboratory
at Universitas Sam Ratulangi


Kekayaan Hayati Sulawesi

SULAWESI adalah pulau yang sangat berharga bagi konservasi biologi karena memiliki tingkat endemik yang tinggi. Sulawesi adalah pulau dengan tingkat endemisitas tertinggi di dunia. Ada 165 jenis hewan mamalia yang endemik Indonesia, hampir setengahnya (46%) ada di Sulawesi. Dari 127 jenis mamalia yang ditemukan di Sulawesi, 79 jenis (62%) endemik. Hanya di daratan Sulawesi tercatat ada 233 jenis burung, 84 diantaranya endemik Sulawesi. Jumlah ini mencakup lebih dari sepertiga dari 256 jenis burung yang endemik Indonesia. Sulawesi didiami oleh sebanyak 104 jenis reptilia, hampir sepertiganya atau 29 jenis adalah jenis endemik. Itu berarti, dari 150 reptilia yang tercatat endemik di Indonesia, seperlimanya ada di Pulau Sulawesi.

Semenanjung utara Sulawesi (tanah Minahasa, Totabuan dan Gorontalo) merupakan kawasan terpenting di Sulawesi. Kawasan ini didiami oleh 89 atau sekitar 86% dari 103 jenis burung endemik di Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya. Pernahkah anda membayangkan bahwa ada sebanyak 38 jenis tikus endemik Sulawesi. Hampir setengahnya (45%, 17 jenis) ada di semenanjung utara Pulau Sulawesi. Semenanjung utara ini juga menjadi rumah dari 20 jenis kelelawar buah endemik Sulawesi. Itu berarti, sebagian besar (atau lebih dari 83% dari 24 jenis) kelelawar endemik Sulawesi terdapat di kawasan ini.

Sulawesi memiliki sejumlah satwa endemik yang menakjubkan, Hanya beberapa di antaranya yang akan disajikan di sini. Maleo (Macrocephalon maleo) menimbun telurnya di dalam tanah dan dierami oleh panas bumi atau matahari. Babirusa (Babyrousa babyrussa) memiliki dua cula yang mirip gading pada gajah. Cula ini adalah taring, bagian dari geligi atas pada masa muda yang kemudian bertumbuh dan menembus moncong atas lalu melengkung ke arah mata. Yaki utara, the crested black macaque, (Macaca nigra) adalah primata terbesar di Sulawesi. Yaki betina yang lagi “giang” tidak dapat menyembunyikan hasrat seksualnya karena bagian “pongo-pongo” pantatnya membengkak berwarna merah. Anoa (Bubalus spp.) adalah kerbau katai yang pada saat berdiri hanya mencapai tinggi satu meter dari tanah ke punggung. Kuskus (Ailurops ursinus dan Stigocuscus celebensis) adalah jenis marsupial (hewan berkantong) yang berkerabat dengan kangguru di Australia. Tidak ada marsupial yang ditemukan di seberang pantai barat Sulawesi. Sebaran marsupial berhenti sampai di Sulawesi. Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii) adalah hewan karnifora (pemakan daging) berukuran besar yang paling misterius di dunia. Tidak banyak dokumentasi gambar dan tulisan tentang satwa yang aktif di malam hari ini. Semua satwa ini bisa ditemukan di semenanjung utara Sulawesi.

Ancaman terhadap Kelestarian

Populasi satwa-satwa asli Sulawesi sedang menuju ke kepunahan karena berbagai ancaman. Ada 81 jenis burung, mamalia, reptilia dan ampibi Sulawesi terdaftar dalam Red List of Threatened Animals yang diterbitkan oleh World Conservation Union (IUCN, www.iucn.org). Perburuan dan perusakan habitat merupakan ancaman serius bagi satwa-satwa asli Sulawesi ini. Perburuan menjadi marak karena orang Sulawesi mengkonsumsi satwa-satwa ini.

Namun konsumen terbesar ditemukan di Tanah Minahasa dan Totabuan. Tikus, paniki, yaki dan tuturuga adalah jenis-jenis satwa liar yang bisa dikonsumsi. Dimusim-musim tertentu bahkan babi hutan, kuskus, musang, anoa, babirusa juga menjadi konsumsi sebagian orang. Semua satwa asli Sulawesi ini bahkan bisa ditemukan di pasar-pasar tradisional di Sulawesi. Pasar terbesar ada Minahasa, sumbernya ada di Bolaang Mongondow, Gorontalo, dan bagian Sulawesi lainnya. Telur maleo menjadi sasaran pencurian karena banyak orang menjadikan telur maleo sebagai lauk.

Usaha Konservasi

Penangkapan satwa dan perusakan habitat satwa adalah perbuatan melanggar hukum dan memiliki sangsi pidana. Menahan satwa untuk dijadikan hewan peliharaan juga melanggar hukum dengan sangsi pidana yang cukup serius. Hukum Indonesia melindungi jenis-jenis langka ini karena populasi satwa-satwa ini yang menukik tajam, menuju ke kepunahan.

Usaha penyelamatan satwa-satwa sulawesi ini bisa dilakukan dengan menegaskan penegakan hukum bagi para penjahat lingkungan, menghentikan penebangan (legal maupun illegal) di hutan-hutan yang menjadi habitat satwa langka, menghentikan perburuan, menghentikan kebiasaan memakan satwa liar, dan berpartisipasi aktif dalam usaha restorasi habitat dan pembiakan satwa secara alami.

Kepentingan keanekaan hayati Sulawesi semakin diakui secara global. Wilson dan beberapa rekannya dalam edisi Nature Vol 440, 16 Maret 2006 mengemukakan agar investasi bagi usaha konservasi di Indonesia harus pertama dilakukan agar species Sulawesi terselamatkan dulu baru investasi tersebut dialokasikan ke Borneo, Sumatera, Jawa, dan yang terakhir adalah Malaysia. (*)