05 Mei 2021
Oleh: Stevie Sumendap
Editor: Parangsulu
BANGUN-INDONESIA.COM — Sungguminasa | RAPAT Dengar Pendapat (RDP) digelar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gowa, mengundang instansi terkait dan para pihak di laksanakan di Jl. Mesjid Raya No.26, Sungguminasa, Somba Opu, 04 Mei 2021.
RDP bermaksud membahas dugaan pemberian hak dari wewenang Agraria dan Tata Ruang – Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dalam hal ini Badan Pertanahan Kabupaten Gowa memberi hak penguasaan tanah seluas lebih kurang seratus hektar kepada Yenny Nios dan Alex Inggit, sebagaimana undangan terlampir bernomor: 005/114/DPRD. Hadir dalam kesempatan itu, Lurah Tombolo, Camat Sungguminasa, Willy dan penasehat hukumnya – mewakili Yenny Nios, perwakilan LSM Gempa Indonesia, BK Waspamops Sulsel, LSM Intai, serta sejumlah pihak terkait.
Suasana peserta Rapat Dengar Pendapat di DPRD Gowa, Jl. Mesjid Raya No.26, Sungguminasa, Somba Opu,
04 Mei 2021.
Willy, baik secara langsung, maupun melalui kuasa hukumnya menyebut tentang penguasaan seluas seratus hektar tanah tidak seperti itu adanya. “Ada tujuh belas hektar, dan penguasaan tanah itu atas nama tiga orang, sisanya dikuasai perusahaan yang dapat dialihkan hak tanah sesuai peruntukan,” beber Willy. Ditambahkan kuasa hukumnya, yang mana, kuasa atas tanah itu sudah seturut aturan hukum yang berlaku.
Bahwa dalam RDP tidak mempersoalkan subyek dan obyek sengketa, demikian dituturkan Amiruddin SH.Kr.Tinggi, dari LSM Gempa Indonesia. “Sebagaimana surat permohonan rapat dengar pendapat yang kami sampaikan ke DPRD, forum ini membicarakan tentang mafia tanah. Kami dalam hal ini membawa contoh kasus untuk dibahas, dan dicarikan solusi. Jadi, yang kita lawan adalah praktik mafia tanah. Ini bukti keberpihakan kami kepada masyarakat Gowa, sebab kita tahu bersama, rakyat kecil, tidak punya uang, tidak mungkin menang di pengadilan melawan mafia tanah,” ujar ‘Karaeng’ Tinggi.
Aturan Pembatalan Hak Penguasaan Tanah
Abu Bakar, mewakili Kantor Pertanahan (BPN) Gowa, menjelaskan bahwa memang ada aturan yang memungkinkan pembatalan hak penguasaan atas tanah. “Ya, ada regulasinya. Kami menganut prinsip kehati-hatian dalam menerbitkan surat keputusan(SK). BPN boleh membatalkan SK, tapi harus dibuktikan SK itu salah. Dalam pelaksanaan, surat-surat yang sudah distempel pak desa, lurah, dan camat, kami anggap sah.”
Ir Andi Abdul Hakim, SM MH, praktisi hukum di Sulawesi Selatan, mempertanyakan regulasi yang memungkinkan pembatalan penguasaan tanah, “Penguasaan tanah oleh negara, sesuai riwayatnya bermula dari tanah ulayat. Ada amanat regulasi, mekanisme pembatalan sertifikat dan surat penguasaan atas tanah yang cacat hukum administratif dalam penerbitannya, yakni diatur pada Pasal 110 jo Pasal 108 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999. Dalam kasus tanah yang terjadi di kabupaten Gowa, ada fakta-fakta yang ditemukan sesuai amanat aturan yang berlaku memungkinkan pencabutan hak penguasaan yaitu kesalahan prosedur, kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan, kesalahan subyek hak, kesalahan obyek hak, kesalahan jenis hak, kesalahan perhitungan luas, terdapat tumpang tindih hak atas tanah, data yuridis atau data data fisik tidak benar, atau ada kesalahan lainnya yang bersifat administratif.”
Menjawab tentang surat penguasaan tanah yang dipegang Yenny Nios, Abu Bakar, mewakili Kantor Pertanahan (BPN) Gowa, menuturkan bahwa sesuai riwayat, tanah yang dimaksud sudah beralih tiga kali. “Jadi, Yenny itu tangan keempat,” terang Abu.
Rapat Dengar Pendapat berlangsung relatif tertib sesuai jadwal, acara dimulai 13.30 WITA dan berlangsung lebih dari dua jam saling bertukar pendapat. Usai acara, semua peserta saling bersalam. (*)
Hak jawab selalu diberikan kepada semua pihak bila pemberitaan bertolak belakang dengan fakta dan data.