Monday, September 16

Blog

Kritik Petisi 50 Dijawab ‘Tidak Suka’
Editorial, Estorie

Kritik Petisi 50 Dijawab ‘Tidak Suka’

05 Mei 2024 Kekuasaan selalu berdalih, ketimbang evaluasi dan bercermin… Oleh: Dera Liar Alam JEJAK TERCATAT dalam ‘Suharto, My Thoughts, Words and Deeds’, “Saya tidak suka apa yang dilakukan oleh yang disebut Petisi 50 ini. Saya tidak suka cara-cara mereka, terlebih lagi karena mereka menyebut diri mereka patriot.” Kritik memang tidak diterima, dianggap menghalangi langkah tindak kekuasaan, walau jeblok. Kritik tabu – dianggap ‘miring kiri’, dituduh ‘miring kanan’, dicap memberontak, subversi. Keliru tafsir — kebenaran ditaruh di atas blackletter-law — di titik itu penyelenggara negara menyembah pasal karet, mengancam musuh politiknya. Sejarah 05 Mei 1980, terbit Petisi 50. Ungkapan Keprihatinan Dengan berkat rahmat Allah yang Mahakuasa, kami yang bertandatangan di bawah in...
Pattimura Koffié Storiés
Foto Pilihan

Pattimura Koffié Storiés

30 April 2024 Obrolan malam kelam dan kopi hitam di Jalan Pattimura, bersama kawan menutur kisah air yang mesti terus dijaga agar bersih dan layak dikonsumsi. Perjalanan dalam tualang merekam laut bening dan pantai-pantai elok rupawan… Oleh: Dera Liar Alam THOMAS Matulessy dikenal sebagai Kapitan Pattimura. Dia lahir 8 Juni 1783 di Saparua. Dicatat lembar sejarah bahwa leluhur keluarga Matulessy berasal dari Pulau Seram. Turun-temurun mereka berpindah Moyang Thomas Matulessy ke Titawaka, negeri yang sekarang dikenal dengan nama Itawaka. Negeri pesisir Itawaka disebut awalnya bernama Titawaka, dari dua kata Tita dan Waka — tita atau titah berarti perintah, dan waka yang berarti jaga atau kepung. Kata Titawaka diterjemagkan sebagai perintah untuk pergi menjaga – sebagaimana terma...
Episode Pao
Susastra

Episode Pao

30 April 2024 Oleh: Dera Liar Alam Gambar: Daeng Dusing membakar kretek. OBROLAN sudah direkam, simpan di mana? Di benak, di jiwa, dihafal berkali-kali: Tanah kaya subur, dedaun misteri. Episode dirobek, gulungan dibakar. Abunya dalam gua, tumbuh jadi stalagmite jadi stalactite di Leang-Leang, di lereng-lereng lurah. Hey Pao, kita pernah jadi negara serikat, angkatan perang berkelahi sumberdaya politik pangkat-pangkat gerilya dari belantara kota dan wanua. Rakyat mengungsi, dan tetap terjajah sampai sekarang. Udin mengeja syair: “Cundung-cundung balaho punna addekko sa'ra kudeddekngko ulu cabale balenu.”  Dia terusir dari ladang dari sawah dari rimba meruah dedaun ranting-ranting yang dipatah tanda. Meraung terompet daun aren daun nyiur batang padi pecah. Jadi tikus, jadi tope...
Ditangkap, Demokrasi Terceraiberai
Editorial

Ditangkap, Demokrasi Terceraiberai

28 April 2024 Bertahun silam kami berdiskusi membincang demokrasi yang memang soalnya ribet berliku mengumbar judul ‘Kegamangan Mutahir di Pundak Proposal Miskin’, ketika itu tahun 2010… Potret tanah, demikian rakyat yang bergeliat di atasnya. Tak ada ganti untung, tak ada ganti rugi, tetap tercerai. Tuhan-tuhan berkuasa bersuara berpesta merayakan manusia tercerai dari mimpi-mimpi. Leluhur mungkin nanton dan tak mungkin direkam keberadaannya… Oleh: Daniel Kaligis Gambar: tangkapan layar – gusur demo PROPOSAL cemas kebangkrutan moral diinterupsi berkali-kali, “Saya sudah pernah bilang, bahwa demokrasi sudah mati, tak usah lagi percaya pada sistem atau doktrin produk dunia feodal. Saya juga setuju dengan para ‘Arifin Kiri’, bahwa negara adalah ilusi — tak perlu kita hayati neg...
LAUSER
Susastra

LAUSER

25 April 2024 Oleh: Larasati Sahara Penulis adalah seniman Tinggal di Kota Lhokseumawe Gambar: Gunung Lauser di Aceh Sumber: wikipedia AIH, SEMESTA cakrawala Kulihat Lauser disiangi pagi Berpeluk lembut arakan awan Pohon-pohon berzikir dalam keheningan hutan Kupu-kupu riang melukis corak di daun pakis Balik tebing batu sepasang rusa bermain mata Aih, semesta cakrawala Sekuntum kenanga mengibas kerudungnya Harum semerbaklah serambi rumah cinta Dari kejauhan sayup kudengar Suara tabuh Tifa memanggil Aih, semesta cakrawala Tahukah engkau di kaki Lauser Kutulis selembar syair pada saudara setanah air Melukiskan rahasia hutan, gunung, dan  lautan Tak pernah tuntas meski pena hilang ditelan waktu. Lhokseumawe, 070618 - 240424
Bara Bira Biru Belu
Econews, Susastra

Bara Bira Biru Belu

21 April 2024 Negeri kita, tahun 2020, disebut masuk peringkat tiga negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia. Saban hari ada 185.753 ton sampah dihasilkan dua ratus tujuh puluh juta penduduk. Sekitar lima puluh juta kilogram sampah plastik mengalir melayang mengapung dan mengendap di samudera… Kian hari, tebaran plastik makin rasuk ramai… Oleh: Dera Liar Alam BERTAHUN silam mengeja biru dari Bara, di sini lokasinya tak jauh dari Bira. Taman hutan raya melekat pada tebing karang saya susuri ribu langkah kaki sambil mengelak duri di kiri-kanan, di atas sejauh tatap, di sepanjang pijak tanpa ujung mencari tiada. Di sana, hari hampir sore, dan masih teramat terik di April yang telah kemarau. Berkenalan saya dengan Belinda, menurutnya dia biasa dipanggil Eli – namun saya mem...
Pemetik Belukar
Susastra

Pemetik Belukar

23 April 2024 Oleh: Dera Liar Alam SELALU semi langit simpang gunung-gunung pada ambang subuh samar nan memar. Awan-awan ditikam senyum kaku perempuan pemetik belukar. Canda pagi, kawan mengulang syair. Salam hormat. Iblis nempel di tubuh, di badan, di institusi – Bongkar, Bento. Setan besar dalam negeri. Konon, angka tiga dua adalah kode alam. Berapa halaman surat perintah penyidikan pengancaman menyasar meja kerja regulator kotor. Berapa oknum elus jidat elus dada elus paha, seterusnya: “Aman dan damai zaman dulu,” katanya mengomentari romansa reformasi bertahun lalu. Kini putusan dipetik, hanya hiruk-pikuk sesaat. Korupsi kolusi nepotisme kian menggila. Tapi kepala kuasa tiada malu rupanya. Asalkan ada makanan, ada minuman, pakaian ada. Terpakai dalam anggaran bengkak boros. C...
KALAH
Susastra

KALAH

23 April 2024 Oleh: Larasati Sahara Penulis adalah seniman Tinggal di Kota Lhokseumawe SUDAHLAH Mau diapakan lagi Malam telah tunjukkan gelapnya Biarlah Mau bagai mana lagi Bintang telah kukuhkan mewahnya Kemarin Saat jingga di ufuk barat Kusadar diri ini masih tangguh berdiri Sadarlah Burung-burung telah kembali ke sarang Terik telah padamkan tajinya Kenapa masih di sana Sudahlah Angin kini telah basah Bukankah semua itu kian terasa Cukuplah Kini raga telah lelah, kalah! Lhokseumawe, 120311
Kritik Marianne Katoppo terhadap penokohan Kartini
Esai, Estorie

Kritik Marianne Katoppo terhadap penokohan Kartini

21 April 2024 Marianne Katoppo, teolog feminis dan sastrawan mengkritik penokohan terhadap Kartini, seorang perempuan yang disebut pelopor emansipasi perempuan Indonesia tapi tak mampu melawan feodalisme kebangsawanan Jawa… Oleh: Denni Pinontoan Penulis adalah penulis Mengajar di IAKN Manado Editor: Daniel Kaligis Dikutip dari Kelung, 21 April 2019 MARIANNE KATOPPO, seorang perempuan, sastrawan cum teolog feminis asal Minahasa punya pandangan kritis terhadap Radeng Ajeng Kartini, perempuan Jawa yang diberi gelar sebagai pelopor emansipasi perempuan Indonesia. “Setiap tanggal 21 April para gadis harus mengenakan pakaian daerah tradisional guna merayakan hari kelahiran Kartini. Bagaimanapun juga, semua orang tahu bahwa putri Jawa itu telah terbukti berbakti untuk membawa ‘t...