Tuesday, November 19

Tag: Asap

Merindu Pagi Sunyi
Susastra

Merindu Pagi Sunyi

26 September 2024 Oleh: Dera Liar Alam PAGI itu tiba diam-diam Pergi diam-diam Di sana, pernah diskusi mezbah Asap mengepul di belakang. Perempuan menyeduh koffie, memanak jagung, mendiamkan anaknya bersorak haus lapar. Pagi itu tiba diam-diam Pergi diam-diam Di bukit pepohon mulai rebah, diganti pengumuman kampanye Asap mengepul di jalan-jalan, di lorong-lorong belantara. Laut dan mega bersambung ufuk di mana nelayan memandang istananya nun jauh. Alang-alang seumpama emas di atas segitiga monas, monumen nasi panas serta ikan bakar dan sedikit air di musim kemarau… Pagi itu tiba diam-diam, gelombang telah kobarkan amuk semalam suntuk, berita siapa yang hilang pergi diam-diam. Didiamkan. (*)
Tanah Suci di Timur
Foto Pilihan

Tanah Suci di Timur

26 Juni 2024 Oleh: Daniel Kaligis GUNUNG Besar, lambang kebesaran Abuy, menggenal lokasi ini manakala menyusur Takpala Tribe, di sana saya mengeja sajak, ‘senyum rela dan segar’, sebab bersua dengan orang-orang yang ramah tamah di Alor. Sajak itu saya ulangi, 26 Juni 2022, di halaman media sosial. Di sana tiga suku besar menghuni kampung adat Takpala: Aweny — berposisi sebagai raja; Marang — juru bicara adat; Kapitang — ahli perang. Tercatat Aweny punya suku kecil antara lain Kafelkay, Lema, dan Kafolakani. Di Takpala saya bertemu dan berdiskusi dengan beberapa orang, berfoto dengan Martinus Kafelkay, dia mengajari saya memegang busur dan anak panah, menawari saya mengenakan busana tari perang seraya bertutur tentang Kapitang, sang Tama yang ahli berperang. Kami melinting tembakau...
Ara Bunna di Lereng Sirung
Politik, Susastra

Ara Bunna di Lereng Sirung

08 Februari 2024 Suatu malam di warung tepi laut saya menulis sajak: Kabir malammu, bintang kelana di atas laut hitam arus menampar. Empat lelaki duduk di pemecah gelombang, obrolannya tanjung: Tanjung Abila, Tanjung Warpandai, Tanjung Kalisalang, Tanjung Hambaroi. Penyadap nira lelah, diam, bicara dengan dirinya di bawah pokok lontar. Entah siapa, mereka dari titik biru, darah mendidih seberangi sejumlah negeri, membangun dermaga, menulis cerita. Puisi tentang asap yang tak pernah genap dan tak kunjung tamat, senantiasa kumat… Oleh: Dera Liar Alam Gambar: Sampan, anak-anak laut, dan gunung yang membayang. ARA BUNNA itu asap, kosakata dalam dialek Lamma. Senja terik di Kakamauta, kami di persimpangan arah Lamma, sepanjang pagi dan siang menyusur tepi Munaseli ke Baranusa, jal...
Ngurah Rai
Susastra

Ngurah Rai

16 Juli 2022 Oleh: Dera Liar Alam Penulis adalah jurnalis penulis Api Membakar Takdir Kelopak hilang warna di pijar malam Suaramu menggema di Denpasar Nanti, cahaya menari di embun setelah subuh. Usai setubuh... Berapa lama lagi kita di Gianyar Memilah-milah sandang Lalu pergi menyusur Kuta Dentum sudah teduh... Bila tatapmu menerawang Cakrawala terlalu leluasa... Tiba di Ngurah Rai, 2009: Reka ledak bom - malam, 12 Oktober 2002 di Paddy's Pub dan Sari Club di Legian, Kuta, Bali, menyusul ledakan dekat Konsulat Jenderal Amerika Serikat. Berikutnya bom bunuh diri, 01 Oktober 2005, di Kuta dan Jimbaran - Kafé Nyoman, Kafé Menega, dan di Restoran R.AJA’s, Kuta Square. Kejadian ini dianggap peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.
Setelah Panen
Budaya, Susastra

Setelah Panen

29 Juni 2022 Oleh: Arman Yuli Prasetya Penulis adalah Penulis Tinggal di Bojonegoro Gambar: Pematang nan sunyi. Sore di Oesao, Kupang Timur. PANEN tiba pada musim kedua, hembusan angin musim ketiga menggugurkan daun-daun. Kau berdiri di pematang, cahaya sore jatuh pada tubuhmu. Pandangan matamu menyimpan kebahagian, akankah ini terus berulang? Tumpukan jerami kau bakar sore ini, menjadi asap yang hilang ditiup angin. Keringat yang jatuh dari tubuhmu telah tumbuh menjadi tumpukan padi di pematang. Ketika hari telah surup, gelap semakin jelas kau lihat pada hamparan tanah ini. Apa yang kau harapkan menjadi kenyataan, sebab itukah manusia bahagia? Pada hujan yang tak lagi kau rindukan juga kemarau yang tak lagi kau sesalkan, malam ini, aku dengar kau meminta — tuan, aku ingin tet...