Sunday, November 24

Jalankan Amanat Berantas Mafia Tanah


10 Mei 2021


Kerja maksimal proses hukum kasus-kasus mafia tanah,-
— Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si.


Oleh: Stevie Sumendap
Editor: Parangsula


TANAH subyek sumber konflik, sudah terjadi di berbagai lokasi. Pemangku kepentingan punya mau, lalu terjadilah pertikaian. Konflik panjang tanah di negara kita, peta konfliknya relatif sama siapa-siapa yang berperkara: masyarakat setempat, pemegang konsesi hak penguasaan, departemen, instansi, dan seterusnya.

Apakah suara rakyat tidak masuk ruang ‘istana’, hanya meraung di jalan-jalan tanpa didengar? Konflik tanah searah pembungkaman hak demokrasi. Dukungan solidaritas yang telah berlangsung di banyak daerah, simbol mosi ketidakpercayaan rakyat kepada sistem negara yang tidak punya kemauan politik untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria yang sedang berlangsung. Demo rakyat, aktivis dan mahasiswa, ditanggapi represif oleh aparat, dan banyak pendemo yang ditangkap dengan berbagai alasan.

Tahun 2020, Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) mencatat, setidaknya ada empat puluh sembilan orang ditahan karena demo pembaruan agraria. Padahal massa, para aktivis dan para mahasiswa, minta hentikan tindakan perampasan tanah rakyat dan tindakan brutal aparat dan perusahaan di wilayah konflik agraria dan meminta pemerintah menjalankan reforma agraria bagi rakyat. Tahun silam itu, penangkapan aktivis dan mahasiswa terkait reforma agraria terjadi di Bengkulu, Kupang, Manado, Makassar, Solo, dan di sejumlah lokasi demo.

Rilis Irjen. Pol. Dr. Drs. H. Muhammad Fadil Imran, M.Si., Kapolda Metro Jaya, Jumat, 19 Februari 2021, menyebut, ada lima belas orang tersangka yang ditangkap terkait kasus mafia tanah di Jakarta.

Berita ditulis Muhammad Isa Bustomi, “Polisi menangkap lima belas anggota sindikat mafia tanah yang diduga menipu keluarga mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal.” Seperti itu dikabarkan KOMPAS.com, 22 Februari 2021. Disebut Bustomi dalam tulisannya, ada beberapa tersangka berperan sebagai staf pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan ada yang berpura-pura menjadi pemilik sertifikat tanah.

Tanah dan riwayat tanah punya banyak cerita. Tiga tahun lalu, tepatnya, Senin, 24 September 2018. Massa aksi bergerak dari bayang fly over Makassar, Sulawesi Selatan menuju Kantor Gubernur di Jalan Urif Sumoharjo. Mereka datang dari berbagai penjuru, membawa atribut organisasi masing-masing. Sama-sama menyuarakan amanat UUPA 1960 yang bertujuan merombak ketimpangan struktur penguasaan tanah warisan kolonialisme dan mewujudkan keadilan atas penguasaan sumber-sumber agraria di Indonesia.

Menurut artikel yang ditulis Wahyu Chandra di MONGABAY, dalam tajuk ‘Peringatan Hari Tani 2018: Sulsel Darurat Agraria’, massa yang bergerak terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil di Sulawesi Selatan yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria. Antara lain: Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel, Federasi Petani Sulsel, Walhi Sulsel, Kontras Sulsel, LBH Makassar, Solidaritas Perempuan Anging Mammiri, ACC Sulsel, LAPAR Sulsel, Perak Institut, Jalin Institute, Esel Sulawesi, SJPM, Serikat Anak Bangsa, BEM Fisip UNM, DEMA FEBI UIN, HMJ Ilmu Hukum UIN, Komunal, PMII Rayon FAI UMI, HMI Komisariat Ekonomi UNI, Formakar, Lesbumi, Simposium dan Cara Baca.

Hampir tiga tahun berlalu, dari September 2018 hingga hari ini. Kita boleh bertanya: apa yang terjadi dengan soal-soal agraria di Sulawesi Selatan? Jawaban jangan-jangan masih sama. Panjang lebar seperti soal-soal tanah yang terjadi pada tataran masyarakat setempat, pemegang konsesi hak penguasaan, departemen, instansi, oknum, dan seterusnya.

Apakah soal-soal tanah selalu miring ceritanya? Ternyata tidak! Ada kabar progresif pemberantasan mafia tanah yang terus disorot media: Irjen. Pol. Dr. Drs. H. Muhammad Fadil Imran, M.Si., putra Sulawesi Selatan yang bergerak di ibukota negara memberantas praktik mafia tanah. Dr. Drs. H. Muhammad Fadil Imran, M.Si., kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 14 Agustus 1968, adalah perwira tinggi Polri yang sejak 16 November 2020 silam bertugas sebagai Kapolda Metro Jaya.

Bagaimana implementasinya di daerah? Buka berita di Kalimantan. Direktorat Reskrimum Polda Kalimantan Barat membongkar kasus mafia tanah dengan nilai kerugian sekitar 1 triliun rupiah. Kasus tersebut melibatkan mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kubu Raya dan Kepala Desa Durian, Kabupaten Kubu Raya. Kombes Luthfie Sulistiawan, Direktur Reskrimum Polda Kalimantan Barat, sebagaimana diberitakan detiknews, Jumat 23 April 2021, dalam kasus tersebut telah menetapkan empat orang tersangka.

Instruksi Presiden, Ditindaki Kapolri

Tanah adalah soal bersama, kita semua sebagai warga Indonesia. Kami sebagai rakyat pencari keadilan, berharap institusi dan instansi di daerah boleh bergerak bersama-sama mendukung program pemerintah, selasatunya adalah pemberantasan mafia tanah, sebagaimana yang diamanatkan kepala negara.

Terkait isu mafia tanah, Presiden Joko Widodo sudah angkat suara. Gayung bersambut, Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si., Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, di sejumlah media sudah bersuara: ‘Tindak siapapun bekingnya’.

Rakyat menunggu implementasi program. Dalam institusi kepolisian ada sejumlah program prioritas, yakni: Penataan Kelembagaan, Perubahan Sistem dan Metode Organisasi, Menjadikan SDM Polri yang Unggul di Era Police 4.0, Perubahan Teknologi Kepolisian Modern di Era Police 4.0, Pemantapan Kinerja Pemeliharaan Kamtibmas, Peningkatan Kinerja Penegakan Hukum

Pemantapan Dukungan Polri dalam Penanganan Covid-19, Pemulihan Ekonomi Nasional, Menjamin Keamanan Program Prioritas Nasional, Penguatan Penanganan Konflik Sosial, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Polri, Mewujudkan Pelayanan Publik Polri yang Terintegrasi, Pemantapan Komunikasi Publik, Pengawasan Pimpinan Terhadap Setiap Kegiatan, Penguatan Fungsi Pengawasan, Pengawasan oleh Masyarakat Pencari Keadilan (Public Complain). Tentunya pemberantasan mafia tanah termasuk di dalamnya.

Apa kabar Satgas Mafia Tanah di Daerah? Kombes. Pol. Dr. Ahmad Ramadhan, S.H., M.H., M.Si., Kabagpenum Divhumas Polri menyatakan yang mana Polda telah membentuk Satgas Mafia Tanah bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional di tingkat provinsi.

Permasalahan mafia tanah menjadi perhatian khusus Presiden Joko Widodo. Demikian disebut Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. Pada keterangan tertulis, Kamis, 18 Februari 2021, disampaikannya, “Karena masalah mafia tanah menjadi perhatian khusus Bapak Presiden, dan saya diperintahkan Bapak Presiden untuk usut tuntas masalah mafia tanah.”

Kita tunggu saja. (*)


Hak jawab selalu diberikan kepada semua pihak bila pemberitaan bertolak belakang dengan fakta dan data.